Jember,jejakkasus.site – Pemerintah Kabupaten Jember mengambil sikap tegas menyikapi bencana banjir yang kembali melanda kawasan Perumahan Villa Indah Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates. Banjir yang terjadi pada Selasa, 16 Desember 2025 ini dinilai bukan sekadar bencana alam, melainkan akibat langsung dari pembangunan perumahan yang mengabaikan hak alami sungai dan ketentuan tata ruang.
Banjir tersebut berdampak pada sekitar 60 kepala keluarga atau kurang lebih 250 jiwa, termasuk lansia dan balita. Meski tidak menimbulkan korban, kerugian materi dan trauma psikologis kembali dirasakan warga, mengingat peristiwa serupa juga pernah terjadi pada Januari 2021 lalu.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jember, Achmad Imam Fauzi, SP, MSi, menegaskan bahwa bencana ini merupakan konsekuensi dari pembangunan yang melanggar aturan bantaran sungai.

“Ini bukan Tuhan yang murka, tapi hak Sungai Melekuk yang dihalangi oleh pengembang kerakusan. Ketika hak sungai dirampas, maka sungai akan mengambil kembali jalurnya,” tegas Fauzi saat ditemui di lokasi, Selasa (16/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa sesuai ketentuan, pembangunan di sekitar sungai wajib menjaga jarak minimal 15 meter dari tepian pasang tertinggi. Setiap bangunan yang melanggar ketentuan tersebut akan ditertibkan tanpa diturunkan.
Atas instruksi Bupati Jember Gus Fawait, Pemkab menyatakan komitmen untuk mengembalikan fungsi sungai ke kondisi semula, sekaligus melakukan kajian ulang terhadap perizinan dan kontrak kerja pengembang. “Semua bentuk perizinan akan kami evaluasi. Pengembang harus bertanggung jawab penuh atas konsekuensi bisnis dari pelanggaran ini. Jangan sampai masyarakat terus menjadi korban,” ujarnya.

Pemkab Jember juga memastikan bahwa kebijakan penertiban ini akan berlaku menyeluruh untuk seluruh kawasan di Jember, tidak hanya terbatas pada satu kawasan.
Di sisi lain, warga perumahan menyuarakan keresahan yang telah lama terpendam. Ketua RT 5/RW 13, Tri Wahyudi, mengungkapkan bahwa sebagian kawasan perumahan diduga dibangun di atas bekas bantaran sungai.
“Dulu wilayah ini merupakan hamparan luas jalur udara dan tempat warga beraktivitas. Secara geografis ini bantaran sungai, seharusnya ada jarak sekitar 20 meter dari bibir sungai. Tapi diuruk dan dipasangi pondasi, sehingga aliran air semakin menyempit,” jelasnya.
Ia menambahkan, pasca-banjir besar tahun 2021, dua blok perumahan yang sempat direncanakan bahkan hilang diterjang air, menjadi bukti kuat bahwa kawasan tersebut memang merupakan jalur alami sungai. Warga juga menyoroti buruknya sistem drainase yang dinilai tidak berfungsi dengan baik. Saluran pembuangan rumah disebut dengan saluran utama, sementara pintu keluar air dari perumahan terlalu kecil, menyebabkan udara dari luar justru masuk dan meluap hingga ke dalam rumah.
Atas kondisi tersebut, warga menuntut tanggung jawab penuh dari pihak pengembang, PT Sembilan Bintang Lestari. “Kami menuntut tiga hal. Pertama, bantuan material dan material. Kedua, renovasi tembok sisi barat dan perbaikan total sistem drainase. Ketiga, solusi bagi warga yang terdampak parah, termasuk kemungkinan relokasi,” tegas Tri Wahyudi.
_komaidi.






